Video Langka! Suara Kiai Hasyim Asy'ari | Suara Kyai Hasyim Asy'ari Sedang Mengajar


 Suara emas KH Hasyim Asy'ari


K.H. Muhammad Hasyim Asy'ari adalah seorang ulama besar bergelar pahlawan nasional dan merupakan pendiri sekaligus Rais Akbar (pimpinan tertinggi pertama) Nahdlatul Ulama. Beliau memiliki julukan Hadratussyaikh yang berarti Maha Guru dan telah hafal Kutubus Sittah (Hadits 6 Riwayat), serta memiliki gelar Syaikhul Masyayikh yang berarti Gurunya Para Guru.[1] Beliau adalah putra dari pasangan KH. Asy'ari dengan Nyai Halimah, dilahirkan di Desa Tambakrejo, Jombang, Jawa Timur, dan memiliki anak bernama KH. A Wahid Hasyim yang merupakan salah satu pahlawan nasional perumus Piagam Jakarta, serta cucunya yakni KH. Abdurrahman Wahid, merupakan Presiden RI ke-4.
Sejak masa kecil, Kiai Hasyim Asy'ari hidup dalam lingkungan pesantren dan bahkan ayah beliau adalah pendiri pesantren yang masih populer hingga saat ini yakni Pesantren Keras, Diwek, Jombang. Sedangkan kakeknya dari jalur ibu (Kiai Utsman) dikenal sebagai pendiri Pesantren Gedang, dan kakek ibunya yang bernama Kiai Shihah dikenal luas sebagai pendiri dan pengasuh Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang.

Pada umur lima tahun Kiai Hasyim berpindah dari Gedang ke desa Keras, sebuah desa di sebelah selatan kota Jombang karena mengikuti ayah dan ibunya yang sedang membangun pesantren baru. Di sini, Kiai Hasyim menghabiskan masa kecilnya hingga berumur 15 tahun, sebelum akhirnya, meninggalkan Keras dan menjelajahi berbagai pesantren ternama saat itu hingga ke Makkah. Kiai Hasyim menikah dengan Nyai Nafisah, salah seorang putri Kiai Ya’qub (Siwalanpanji, Buduran, Sidoarjo) pada tahun 1892 M. Tidak lama kemudian, Kiai Hasyim bersama istri dan mertuanya berangkat ke Makkah guna menunaikan ibadah haji. Bersama Nyai Nafisah, Kiai Hasyim melanjutkan tinggal di Makkah untuk menuntut ilmu. Tujuh bulan kemudian, Nyai Nafisah menninggal dunia setelah melahirkan seorang putra bernama 'Abdullah dan 40 hari kemudian, Abdullah menyusul ibu ke rahmatullah. Kematian dua orang yang sangat dicintainya itu, membuat Kiai Hasyim sangat terpukul. Kiai Hasyim akhirnya memutuskan tidak berlama-lama di Tanah Suci dan kembali ke Indonesia setahun kemudian. Setelah beliau menduda, Kiai Hasyim menikah lagi dengan seorang gadis anak Kiai Romli dari desa Karangkates, Mojo, Kediri bernama Nyai Khadijah. Pernikahannya dilakukan sekembalinya dari Makkah pada tahun 1899 M. Pernikahannya dengan istri kedua juga tidak bertahan lama, karena dua tahun kemudian (1901), Nyai Khadijah wafat. Untuk ketiga kalinya, Kiai Hasyim menikah lagi dengan perempuan nama Nyai Nafiqah, anak Kiai Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan, Dagangan, Madiun dan dianugerahi 10 anak, yaitu: Hannah, Khoiriyah, Aisyah, Azzah, Abdul Wahid, Abdul Hakim, Abdul Karim, Ubaidillah, Mashurah, dan Muhammad Yusuf. Perkawinan Kiai Hasyim dengan Nyai Nafiqah juga berhenti di tengah jalan, karena Nyai Nafiqah wafat pada tahun 1920 M. Sepeninggal Nyai Nafiqah, Kiai Hasyim memutuskan menikah lagi dengan Nyai Masrurah, putri Kiai Hasan yang juga pengasuh Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Dari hasil perkawinan keempatnya ini, Kiai Hasyim memiliki empat orang anak: Abdul Qadir, Fatimah, Khadijah, dan Muhammad Ya’qub. Perkawinan dengan Nyai Masrurah ini merupakan perkawinan terakhir bagi Kiai Hsyim hingga akhir hayatnya. KH. Hasyim Asy'ari dikenal sebagai tokoh yang haus akan pengetahuan agama Islam. Sejak masa kecilnya, Kiai Hasyim pergi menimba ilmu ke berbagai pondok pesantren terkenal di Jawa Timur saat itu. Tidak hanya itu, Kiai Hasyim juga menghabiskan waktu cukup lama untuk mendalami Islam di tanah suci (Makkah dan Madinah). Karena berlatarbelakang keluarga pesantren, Kiai Hasyim secara serius dididik dan dibimbing mendalami pengetahuan Islam oleh ayahnya sendiri dalam jangka yang cukup lama yakni sejak anak-anak hingga berumur lima belas tahun. Melalu ayahnya, Kiai Hasyim mulai mengenal dan mendalami Tauhid, Tafsir, Hadits, Bahasa Arab, dan bidang kajian islam lainnya. Dalam bimbingan ayahnya, kecerdasan Kiai Hasyim cukup menonjol. Belum genap berumur 13 tahun, Kiai Hasyim telah mampu menguasai berbagai bidang kajian islam dan dipercaya membantu ayahnya mengajar santri yang lebih senior.
Belum puas atas pengetahuan yang didapatkan dari ayahnya, Kiai Hasyim mulai menjelajahi beberapa pesantren. Mula-mula, Kiai Hasyim belajar di pesantren Wonokoyo, Probolinggo. Kemudian berpindah ke Pesantren Langitan, Tuban. Merasa belum cukup, Kiai Hasyim melanjutkan pengembaraan ilmunya ke Pesantren Tenggilis, Surabaya, dan kemudian berpindah ke Pesantren Kademangan, Bangkalan yang saat itu diasuh oleh Kiai Kholil. Setelah dari pesantren Kiai Kholil, Kiai Hasyim melanjutkan di Pesantren Siwalanpanji, Buduran, Sidoarjo yang diasuh oleh Kiai Ya’qub. Selama 3 tahun Kiai Hasyim berhasil mendalami berbagai bidang kajian islam, terutama tata bahasa arab, sastra, fiqh, dan tasawuf kepada Kiai Kholil. Sementara di bawah bimbingan Kiai Ya’qub, beliau berhasil mendalami ilmu tauhid, fiqih, Adab, tafsir, dan hadits.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Video Langka! Suara Kiai Hasyim Asy'ari | Suara Kyai Hasyim Asy'ari Sedang Mengajar"

Posting Komentar